Jumat, 09 Juni 2017

MATERI IJTIHAD

IJTIHAD SEBAGAI UPAYA MEMAHAMI AL-QUR’AN & HADIS
1.     PENGERTIAN IJTIHAD
Kata ijtihad berasal bahasa Arab ijtihada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan segala kemampuan,bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga , atau bekerja secara optimal. Secara istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan fikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang melakukan ijtihad dinamakan mujtahid.
Pengertian Ijtihad, Syarat-Syarat, Bentuk, dan Kedudukan Ijtihad Dalam Hukum Islam
2.SYARAT-SYARAT BERIJTIHAD
Karena ijtihad sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para mujtahid,dimungkinkan hasil ijtihad antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda hukum yang dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat melakukan ijtihad dan menghasilkan hukum yang tepat. Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan ijtihad.Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam
a.     Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
b.     Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih dan tarkh(sejarah).
c.      Memahami cara merumuskan hukum(istinbat).
d.     Memiliki keluruhan akhlak mulia.

3.KEDUDUKKAN IJTIHAD
Ijtihad memiliki kedudukkan sebagai sumber hukum islam setelah Al-Qur’an dan hadis. Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw :
Memahami Ijtihād Sebagai Sumber Hukum Islam
Memahami Ijtihād Sebagai Sumber Hukum Islam

Artinya: “Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’ān).” Lalu Nabi berkata, “Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihādu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw juga mengatakan bahwa seorang yang berijtihad sesuai dengan kemampuannya dan ilmunya, kemudia ijtihadnya benar, maka ia mendapat 2 pahala, dan jika kemudian ijtihadnya itu salah maka ia mendapatkan 1 pahala.
4. Bentuk-bentuk ijtihad
a. ijma’
ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu ilahi yang berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf al-qur’an yang seperti kita saksikan sekarang ini.

b. Qiyas
qiyas adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat dalam al-qur’an/hadist dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis karena kesamaan sifat atau karakternya. Contohnya adalah mengharamkan hukum minuman keras selain khamr seperti brendy, wisky, topi miring, vodka dan narkoba. Karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamr, yaitu memabukkan.
Khamr dalam al-Qur’an diharamkan, sebagaimana firman Allah  Swt:
(Q.S al-Maidah/5:90) Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis:
Memahami Kedudukan Ijtihād Sebagai Sumber Hukum Islam
Memahami Kedudukan Ijtihād Sebagai Sumber Hukum Islam

Artinya: “Dari Amr bin Aś, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihād dalam memutuskan suatu persoalan, ternyata ijtihādnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihād, kemudian ijtihādnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Q.S. al- Maidah/5:90

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (Q.S. al-Maidah/5:90)

c. Maslahah mursalah yaitu penetapan hukum yang menitikberatkan pada kemananfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at islam. Misalkan seseorang wajib mengganti atau membayar kerugian atas kerugian kepada pemilik barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.
Pembagian Hukum Islam
Para ulama membagikan hukum islam dalam 2 bagian yaitu:
1.     Hukum taklifi (tuntutan Allah Swt. yang berkaitan dengan perintah dan larangan)
2.     Hukum wad’i ( perintah Allah Swt. yang merupkan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu.)

Hukum taklifi terbagi menjadi 5 bagian:
1.     Wajib (fardu)
Yaitu aturan Allah Swt. yang harus dikerjakan, dengan konsekuensi bahwa jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan akan berakibat dosa.
2.     Sunnah (mandub)
Yaitu tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan dengan konsekuensi jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan karena berat untuk melakukannya tidaklah berdosa.
3.     Haram (tahrim)
Yaitu larangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau perbuatan. Konsekuensinya adalah jika larangan tersebut dilakukan akan mendapatkan pahala, dan jika tetap dilakukan, akan mendapat dosa dan hukuman.
4.     Makruh (karahah)
yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan. Makruh artinya sesuatu yang dibenci atau tidak disukai. Konsekuensi hukum ini adalah jika dikerjakan tidaklah berdosa, akan tetapi jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala.
5.     Mubah (al-ibahah)
yaitu sesuatu yang boleh untuk dikerjakan dan boleh untuk ditinggalkan. Tidaklah berdosa dan berpahala jika dikerjakan ataupun ditinggalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PELAKSANAAN KHOTBAH, TABLIG, DAN DAKWAH DI MASYARKA

PELAKSANAAN KHOTBAH, TABLIG, DAN DAKWAH DI MASYARKAT A..KHOTBAH Khotbah berasal dari kata khataba, yakhtubu, khutbatan yang berart...