IJTIHAD
SEBAGAI UPAYA MEMAHAMI AL-QUR’AN & HADIS
1.
PENGERTIAN
IJTIHAD
Kata ijtihad
berasal bahasa Arab ijtihada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan
segala kemampuan,bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga , atau bekerja secara
optimal. Secara istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan fikiran
secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang melakukan
ijtihad dinamakan mujtahid.
![Pengertian Ijtihad, Syarat-Syarat, Bentuk, dan Kedudukan Ijtihad Dalam Hukum Islam](file:///C:/Users/WINDOW~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.png)
2.SYARAT-SYARAT
BERIJTIHAD
Karena ijtihad
sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para mujtahid,dimungkinkan hasil ijtihad antara satu ulama dengan ulama
lainnya berbeda hukum yang dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak semua orang
dapat melakukan ijtihad dan menghasilkan hukum yang tepat. Berikut beberapa
syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan ijtihad.![Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam](file:///C:/Users/WINDOW~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
![Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam](file:///C:/Users/WINDOW~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
a.
Memiliki
pengetahuan yang luas dan mendalam.
b.
Memiliki
pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih dan tarkh(sejarah).
c.
Memahami cara
merumuskan hukum(istinbat).
d.
Memiliki
keluruhan akhlak mulia.
3.KEDUDUKKAN IJTIHAD
Ijtihad memiliki kedudukkan sebagai sumber
hukum islam setelah Al-Qur’an dan hadis. Namun demikian, hukum yang dihasilkan
dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an maupun hadis. Hal ini
sesuai dengan sabda Rasulullah saw :
Artinya: “Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’ān).” Lalu Nabi berkata, “Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihādu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw juga mengatakan bahwa seorang
yang berijtihad sesuai dengan kemampuannya dan ilmunya, kemudia ijtihadnya
benar, maka ia mendapat 2 pahala, dan jika kemudian ijtihadnya itu salah maka
ia mendapatkan 1 pahala.
4. Bentuk-bentuk
ijtihad
a. ijma’
ijma’ adalah
kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam memutuskan suatu perkara atau hukum.
Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu ilahi
yang berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf al-qur’an yang
seperti kita saksikan sekarang ini.
b. Qiyas
qiyas adalah
mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat dalam
al-qur’an/hadist dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis
karena kesamaan sifat atau karakternya. Contohnya adalah mengharamkan hukum
minuman keras selain khamr seperti brendy, wisky, topi miring, vodka dan
narkoba. Karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamr, yaitu
memabukkan.
Khamr dalam
al-Qur’an diharamkan, sebagaimana firman Allah
Swt:
(Q.S al-Maidah/5:90) Hal tersebut ditegaskan
melalui sebuah hadis:
Artinya: “Dari Amr bin Aś, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihād dalam memutuskan suatu persoalan, ternyata ijtihādnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihād, kemudian ijtihādnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (Q.S. al-Maidah/5:90)
c. Maslahah
mursalah yaitu penetapan hukum yang menitikberatkan pada kemananfaatan suatu
perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at islam. Misalkan
seseorang wajib mengganti atau membayar kerugian atas kerugian kepada pemilik
barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.
Pembagian Hukum
Islam
Para ulama
membagikan hukum islam dalam 2 bagian yaitu:
1.
Hukum taklifi
(tuntutan Allah Swt. yang berkaitan dengan perintah dan larangan)
2.
Hukum wad’i (
perintah Allah Swt. yang merupkan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya
sesuatu.)
Hukum
taklifi terbagi menjadi 5 bagian:
1.
Wajib (fardu)
Yaitu aturan Allah Swt. yang harus
dikerjakan, dengan konsekuensi bahwa jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan
jika ditinggalkan akan berakibat dosa.
2.
Sunnah (mandub)
Yaitu tuntutan untuk melakukan suatu
perbuatan dengan konsekuensi jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika
ditinggalkan karena berat untuk melakukannya tidaklah berdosa.
3.
Haram (tahrim)
Yaitu larangan untuk mengerjakan suatu
pekerjaan atau perbuatan. Konsekuensinya adalah jika larangan tersebut
dilakukan akan mendapatkan pahala, dan jika tetap dilakukan, akan mendapat dosa
dan hukuman.
4.
Makruh (karahah)
yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan.
Makruh artinya sesuatu yang dibenci atau tidak disukai. Konsekuensi hukum ini
adalah jika dikerjakan tidaklah berdosa, akan tetapi jika ditinggalkan akan
mendapatkan pahala.
5.
Mubah
(al-ibahah)
yaitu sesuatu yang boleh untuk dikerjakan dan
boleh untuk ditinggalkan. Tidaklah berdosa dan berpahala jika dikerjakan
ataupun ditinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar