PENGERTIAN AURAT
v Aurat secara bahasa berasal dari kata ‘araa , dari
kata tersebut muncul derivasi kata bentukan baru dan makna baru pula. Bentuk
‘awira (menjadikan buta sebelah mata), ‘awwara (menyimpangkan, membelokkan dan
memalingkan), a’wara (tampak lahir atau auratnya), al-‘awaar (cela atau aib),
al-‘wwar (yang lemah, penakut), al-‘aura’ (kata-kata dan perbuatan buruk, keji
dan kotor), sedangkan al-‘aurat adalah segala perkara yang dirasa malu.
v Pendapat senada juga dinyatakan bahwa aurat adalah
sesuatu yang terbuka, tidak tertutup, kemaluan, telanjang, aib dan cacat.
Artinya aurat dipahami sebagai sesuatu yang oleh seseorang ditutupi karena
merasa malu atau rendah diri jika sesuatu itu kelihatan atau diketahui orang
lain.
v Berdasarkan pada makna kata aurat adalah yang berarti
segala sesuatu yang dapat menjadikan seseorang malu atau mendapatkan aib
(cacat), entah perkataan, sikap ataupun tindakan, aurat sebagai bentuk dari
satu kekurangan maka sudah seharusnya ditutupi dan tidak untuk dibuka atau
dipertontonkan di muka umum.
Q.S. Al A'raf : 26
|
" …Dan kaum
wanita yang berpakaian tetapi telanjang (karena pakaiannya tipis dan tembus
pandang), menyimpang (dari kehormatannya) dan mengajak wanita lain untuk
berbuat seperti dirinya, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, mereka
tidak akan masuk syurga dan tidak akan mendapati aromanya, padahal aromanya
bisa didapat dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Dan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
"Tidak diterima
shalat seorang perempuan yang sudah haidh (maksudnya sudah baligh) kecuali
dengan memakai khimar (kerudung yang menutup kepala)." (HR. Hadits shahih,
diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Maka ayat dan kedua
hadits di atas menunjukkan wajibnya seorang muslim maupun muslimah untuk
menutup auratnya, dan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengancam para wanita membuka auratnya dengan ancaman neraka. Dan sebagaimana
sudah kita ketahui bersama, bahwasanya tidak syari'at ini memerintahkan sesuatu
kecuali di sana ada maslahat, dan tidaklah melarang dari sesuatu kecuali karena
di sana ada mafsadat (bahaya).
Memahami Makna Busana
Muslim/Muslimah dan Menutup Aurat –
Tren berbusana
muslimah di kalangan perempuan Indonesia beberapa tahun terakhir ini merupakan
fenomena yang menggembirakan. Tentu hal ini sangat berbeda dengan kondisi
sebelumnya. Semangat perempuan Indonesia untuk mengenakan jilbab hampir dapat
dijumpai di semua area publik, baik di lingkungan pemerintahan maupun di
lingkungan swasta. Fenomena ini merupakan dampak positif media yang memberikan
informasi tentang para aktris atau public figure lainnya yang menyadari
pentingnya melaksanakan salah satu ajaran Islam mengenai menutup aurat.
Namun demikian, jika
perilaku berbusana muslimah hanya disebabkan tren dan bukan karena kesadaran
keagamaan yang memerintahkan kaum hawa dalam menutup aurat, dikhawatirkan akan
dapat mencederai ajaran Islam itu sendiri. Betapa tidak, banyak dijumpai para
perempuan yang secara lahir sudah berbusana secara Islami, tetapi akhlak dan
perilakunya belum mencerminkan makna hakiki dari ajaran Islam untuk menutup
aurat.Misalnya, masih banyak perempuan berjilbab yang berpacaraan,
berboncengan motor dengan orang yang bukan mahramnya dengan begitu mesra, dan
lain sebaginya. Tentu saja hal tersebut sangat tidak sesuai dengan maksud
menutup aurat. Idealnya, para perempuan muslim yang telah berbusana sesuai
dengan perintah agama, mampu menampilkan pribadi yang dapat menjadikan contoh
bagi orang yang belum melaksanakannya.
1. Makna Aurat
Menurut bahasa, aurat berati malu, aib, dan buruk.
Kata aurat berasal dari kata awira yang
artinya hilang perasaan. Jika digunakan untuk mata, berarti hilang cahayanya
dan lenyap pandangannya. Pada umumnya, kata ini memberi arti yang tidak
baik dipandang, memalukan dan mengecewakan. Menurut istilah dalam hukum
Islam, aurat adalah batas minimal dari bagian tubuh yang wajib ditutupi karena
perintah Allah Swt.
2. Makna Jilbab dan Busana Muslimah
Secara etimologi, jilbab adalah
sebuah pakaian yang longgar untuk menutup seluruh tubuh perempuan kecuali muka
dan kedua telapak tangan. Dalam bahasa Arab, jilbab dikenal dengan istilah
khimar, dan bahasa Inggris jilbab dikenal dengan istilah veil. Selain kata
jilbab untuk menutup bagian dada hingga kepala wanita untuk menutup aurat
perempuan, dikenal pula istilah kerudung, Hijab, dan sebagainya.
Pakaian adalah barang yang dipakai (baju, celana, dan
sebagainya). Dalam bahasa Indonesia, pakaian juga disebut busana. Jadi, busana
muslimah artinya pakaian yang dipakai oleh perempuan. Pakaian perempuan yang
beragama Islam disebut busana muslimah. Berdasarkan makna tersebut, busana
muslimah dapat diartikan sebagai pakaian wanita Islam yang dapat menutup aurat
yang diwajibkan agama untuk menutupinya, guna kemaslahatan dan kebaikan wanita
itu sendiri serta masyarakat di mana ia berada.
Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan atau mendapat
perintah untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri Nabi Muhammad
saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri orang-orang
yang beriman. Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana muslimah adalah
wajib hukumnya bagi seluruh wanita yang beriman.
BATASAN AURAT
Islam mengajarkan
bahwa pakaian adalah penutup aurat, bukan sekedar perhiasan. Islam mewajibkan
setiap wanita dan pria untuk menutupi anggota tubuhnya yang menarik perhatian
lawan jenisnya. Bertelanjang adalah suatu perbuatan yang tidak beradab dan
tidak senonoh. Langkah pertama yang diambil Islam dalam usaha mengokohkan
bangunan masyarakatnya, adalah melarang bertelanjang dan menentukan aurat
laki-laki dan perempuan. Inilah mengapa fiqh mengartikan bahwa aurat adalah
bagian tubuh seseorang yang wajib ditutup atau dilindungi dari pandangan.
Islam dengan
ajarannya memberikan batasan aurat laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang
disampaikan Muhammad Ibnu Muhammad Ali bahwa:
1. Aurat laki-laki
a. Aurat laki-laki
sewaktu shalat, juga ketika di antara laki-laki dan perempuan yang mahramnya,
ialah bagian tubuh antara pusar dan lutut. Pusar dan lutut bukanlah aurat,
tetapi dianjurkan supaya ditutup juga karena sepadan dengan aurat. Ini berdasarkan
kaidah kaidah ushul fiqh: Ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib (Apa
yang tidak sempurna yang wajib melainkan dengannya, maka ia adalah wajib).
b. Aurat laki-laki
pada perempuan yang ajnabiyah, yakni yang bukan mahramnya ialah sekalian badannya.
c. Aurat laki-laki
sewaktu khalwah, yakni ketika bersunyi-sunyi seorang diri, ialah dua
kemaluannya.
2. Aurat wanita
sahaya
Aurat wanita sahaya
atau hamba wanita ialah bagian antara pusar dan lutut.
3. Aurat wanita
merdeka
·
Aurat wanita yang
merdeka di dalam shalat ialah bagian yang lain dari wajah dan dua telapak
tangannya yang dhahir dan batin hingga pergelangan tangannya, wajah dan dua
telapak tangannya, luar dalam, hingga pergelangan tangannya, bukanlah aurat
dalam shalat dan selebihnya adalah aurat yang harus tertutup.
·
Aurat wanita yang
merdeka di luar shalat.
o
Di hadapan laki-laki
yang ajnabi atau yang bukan mahramnya, auratnya adalah seluruh badan. Artinya
termasuk wajah dan rambut serta kedua telapak tangannya, lahir-batin dan
termasuk kedua telapak kakinya, lahir- batin, sehingga seluruh badannya wajib
ditutup atau dilindungi dari pandangan laki-laki yang ajnabi, wajah dan kedua
telapak tangannya tidak harus di buka ketika untuk menjadi saksi sejenisnya,
kecuali karena darurat.
o
Di hadapan perempuan
kafir, auratnya ialah anggota badan selain anggota badan yang lahir ketika ia
bekerja di rumah. Bagian yang lahir ketika ia aktif di rumah ialah kepala,
muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua sikunya dan dua telapak kakinya.
Demikian juga auratnya ketika di hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi
atau wataknya atau perempuan yang rusak akhlaknya.
o
Di dalam khalwah, di
hadapan muslimah, dan pada laki-laki yang menjadi mahramnya, auratnya ialah
anggota badan antara pusar dan lutut, seperti aurat laki-laki dalam shalat.
·
Aurat walau
bagaimanapun, untuk menjaga adab dan untuk memelihara timbulnya fitnah, maka
yang perlu ditutup tak hanya yang antara pusar dan kedua lutut. Menutup aurat
karena fitnah, yaitu yang memungkinkan tergiurnya nafsu adalah suatu kewajiban.
Hal inilah yang menjadi perhatian Islam sebagai agama yang berusaha mengangkat
martabat manusia di hadapan manusia lainnya dengan mempertinggi akhlak dan
menutup aurat adalah salah satunya.
PENDAPAT ULAMA
TENTANG MENUTUP AURAT
Secara normatif
aturan hukum baku berkenaan dengan perintah berpakaian dan menutup aurat
beserta batasan-batasannya diungkapkan secara eskplisit dalam al-Qur’an.
Beberapa ayat yang terkait dengan hal tersebut memberikan rambu-rambu bagi para
wanita mukallaf untuk memenuhi batasan yang diberikan oleh kitab yang
diturunkan pada Nabi akhir zaman.
Menurut syariat Islam
menutup aurat hukumnya wajib bagi setiap orang mukmin baik laki-laki maupun
perempuan terutama yang telah dewasa dan dilarang memperhatikannya kepada orang
lain dengan sengaja tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat, demikian juga
syariat Islam pada dasarnya memerintahkan kepada setiap mukmin, khususnya yang
sudah memiliki nafsu birahi untuk tidak melihat dan tidak memperlihatkan
auratnya kepada orang lain terutama yang berlainan jenis.
Adapun melihat aurat
orang lain atau memperlihatkan aurat kepada orang lain yang dibenarkan syariat
seperti sesama mahram dan terutama suami atau istri, hukumnya boleh sebagaimana
terdapat dalam surah an-Nur ayat 30-31. Demikian pula orang muslim boleh
melihat aurat orang lain atau memperlihatkan auratnya kepada orang lain
(walaupun bukan mahram) jika ada alasan yang dibenarkan syariat seperti ketika
berobat atau mengobati penyakit yang pengobatannya memerlukan melihat atau
memperlihatkan aurat karena darurat.
Q.S. An-Nur : 30
|
Surah al-Nur ayat 30
memerintahkan kepada kaum mukmin untuk menundukkan pandangannya dari perkara
yang diharamkan dan menjaga kemaluannya. Karena hal tersebut dapat menyebabkan
perantara penyakit hati dan menyebabkan seseorang terjerumus dalam perbuatan tercela.
Dan menundukkan pandangan merupakan sebab keselamatan dari hal tersebut.
Ayat tersebut juga
mengandung perintah wajib untuk ditaati berupa larangan melihat wanita asing
atau pria asing, merupakan suatu larangan mutlak yang diharamkan, tanpa adanya
suatu keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Pandangan yang bisa memunculkan
rangsangan pria, sehingga menimbulkan sikap mengabaikan nilai moral dan
penyimpangan perilaku individu dalam masyarakat. Sehingga Allah memerintahkan
pada kaum wanita menggunakan hijab untuk menjaga terlepasnya kobaran nafsu
seksual, sehingga pria dan wanita yang dekat dan yang jauh tidak akan saling
menarik karena secara fitrah wanita dan pria selalu tarik menarik dan ini
merupakan sunnah kehidupan atau hukum alam. Karena itu Allah melarang apabila
dua orang yang berlainan jenis menyepi karena sudah pasti syaitan akan menjadi
yang ketiga di antara mereka dan mengganggunya, lalu mereka berbuat tidak
senonoh sebagaimana firman Allah dalam surah Yusuf ayat 53 yang berisi bahwa
“sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan kecuali nafsu yang telah
diberkahi oleh Allah”.
Para ahli hukum Islam
berbeda pendapat dalam menentukan batas-batas aurat itu sendiri, baik aurat
laki-laki maupun perempuan. Menurut kebanyakan ulama’ batas aurat orang
laki-laki ialah anggota-anggota tubuh yang terletak antara pusat dan lutut,
terutama alat kelamin dan dubur di samping juga paha. Sedangkan menurut
sebagian ulama’ yang lain, aurat orang laki-laki hanyalah alat vital dan dubur,
sedangkan paha tidak termasuk ke dalam kategori aurat yang wajib ditutup.
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa aurat laki-laki yang tidak boleh diperlihatkan
kepada orang lain terutama kepada kaum wanita, ialah anggota-anggota badan yang
berkisar antara pusat dan lutut. Sementara sebagian kecil ulama’ yang
pendapatnya dianggap lemah oleh kebanyakan ulama’, menyatakan bahwa aurat
laki-laki di hadapan kaum wanita yang bukan mahramnya adalah seluruh anggota
badannya.
Adapun aurat kaum
wanita, menurut kebanyakan ulama’ ialah seluruh anggota tubuhnya selain muka
dan kedua telapak tangan, kedua telapak kaki menurut sebagian ulama’ seperti
Imam Abu Hanifah juga merupakan aurat. Di samping itu ada sebagian ulama’, di
antaranya Imam Ahmad bin Hanbal yang memandang seluruh anggota badan wanita
(termasuk muka dan kedua telapak tangan) adalah aurat.
Para ulama’
membedakan antara aurat kaum wanita di hadapan kaum pria dengan aurat kaum
wanita di hadapan sesama wanita. Aurat wanita sebagaimana tersebut di atas,
sesuai dengan perbedaan pendapat para ulama’ tidak diperbolehkan diperlihatkan
kepada kaum laki-laki selain suami dan mahramnya atau orang lain yang oleh
syariat diperbolehkan melihatnya. Adapun aurat wanita terhadap sesama wanita
yang tidak boleh dilihat atau diperlihatkan ialah sama dengan aurat laki-laki
yakni anggota-anggota tubuh yang berkisar antara pusat dan lutut.
Masalah aurat sangat
erat dengan soal pakaian, karena aurat wajib ditutup dan alat penutupnya adalah
pakaian. Pakaian setiap muslim adalah harus menutup batas-batas aurat seperti
yang dikemukakan di atas. Namun karena para ulama’ berbeda pendapat mengenai
batas-batas aurat terutama aurat bagi wanita, maka perbedaan pendapat pun
muncul pula dalam masalah pakaian kaum wanita. Sebagian mengharuskan menutup
seluruh anggota badan selain mata, sedangkan sebagian yang lain menambahkan
selain muka, yaitu kedua telapak tangan dan kaki.
Untuk menghindari
dari hal-hal yang tidak diinginkan dan menjaga kesucian, maka seorang wanita
diwajibkan untuk berhijab dan anggota badan yang boleh diperlihatkan adalah
wajah dan kedua telapak tangan. Penggunaan hijab antara pria dan wanita
mengandung hikmah bahwa sebenarnya Allah bermaksud menata hubungan
interpersonal dalam masyarakat dan menjaga kesucian pria dan wanita agar dapat mencapai
kesempurnaannya demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan dibangun atas akhlak
mulia serta nilai-nilai moralitas yang tinggi.
Di antara para ulama’
yang masih memperdebatkan masalah tentang aurat yang harus ditutupi oleh kaum
wanita ketika mereka bertemu dan berinteraksi dengan kaum pria yaitu :
1. Pendapat Al-Ahnaf
( pengikut Hanafi ) berpendapat bahwa wanita boleh membuka muka dan kedua
telapak tangan namun pria tetap haram melihat kepadanya dengan pandangan
syahwat.
2.
Dalam madzhab Maliki terdapat tiga pendapat
- Mengatakan wajib
menutup muka dan kedua telapak tangan.
- Tidak wajib menutup
muka dan kedua telapak tangan tetapi pria wajib menundukkan pandangannya.
- Perbedaan cantik
dan tidak cantiknya seorang wanita, jika ia cantik maka ia wajib menutup muka
dan kedua telapak tangan sedangkan wanita yang tidak cantik tidak wajib
menutupnya atau disunahkan.
3. Jumhur (golongan
terbesar): Madzhab Syafi’i mengatakan tidak wajib menutup wajah dan kedua
telapak tangan sekalipun mereka berfatwa untuk menutupinya.
4. Madzhab Hambali:
mengatakan wajib menutup keduanya.
5. Jumhur Fuqaha
(golongan terbesar ahli-ahli fiqh) berpendapat bahwa muka dan dua telapak
tangan bukan aurat karena itu tidak wajib menutupnya tetapi wajib ditutup jika
dirasa tidak aman.
Sebab perbedaan
pendapat itu bersumber dari perbedaan dalam menafsirkan al-Qur’an Surat an-Nûr
ayat 31. Seorang wanita yang akan keluar dari rumahnya dan berinteraksi dengan
pria bukan mahram, maka ia harus memperhatikan sopan santun dan tata cara
busana yang dikenakan haruslah memenuhi beberapa syarat:
![*](file:///C:\Users\WINDOW~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![*](file:///C:\Users\WINDOW~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![*](file:///C:\Users\WINDOW~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![*](file:///C:\Users\WINDOW~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![*](file:///C:\Users\WINDOW~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![*](file:///C:\Users\WINDOW~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![*](file:///C:\Users\WINDOW~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
HIKMAH MENUTUP AURAT
Berikut ini adalah
beberapa kegunaan, kelebihan, fungsi, kebaikan, manfaat yang bisa didapatkan
dari menutup aurat:
§ Menghindarkan diri dari dosa akibat mengumbar aurat
§
Menghindari fitnah,
tuduhan atau pandangan negativ
§ Mencegah timbulnya hawa nafsu lawan jenis maupun
sesama jenis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar